Edukasi Seksual dan Kabut Tabu Masyarakat +62 : Dua Garis Biru
Mei 05, 2019
Entah apakah tulisan saya terbilang telat atau tidak, tapi baru-baru ini masyarakat dibuat geger dengan tayangnya dua film Indonesia yang terbilang kontroversi. Mungkin hanya kebetulan, tapi dua film ini berturut-turut berada pada deretan poster film di bioskop (mungkin) jika saja petisi yang dibuat oleh beberapa orang tidak mendapat tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat.
Film yang pertama adalah Dua Garis Biru yang disutradai oleh Ginatri S. Noer dan diproduksi oleh Chan Parwez Servia dari Starvision Plus. Filmnya sendiri dibintangi oleh aktor muda berbakat Angga Aldi Yunanda dan anggota JKT 48 Adhisty Zara. Film itu menceritakan tentang sepasang kekasih SMA yang berpacaran diluar batas sehingga sang wanita hamil diluar nikah dan harus menanggung konsekuensi dari perbuatan mereka.
Saya pertama kali melihat trailer film tersebut pada salah satu akun Instagram dan menurut saya film tersebut cukup menarik dan berani. Menarik karena mengangkat kehidupan remaja dan berani karena mengangkat isu sosial yang sensitif dan tabu. Dan benar saja, ketika saya menantikan tanggal tayangnya (karena pada saat itu masih coming soon), saya mendapat kabar bahwa terdapat petisi yang mencekal pemutaran film tersebut di bioskop-bioskop karena dikhawatirkan film tersebut akan membuat semakin banyak anak remaja hamil diluar nikah!
Disitu saya merasa miris, karena sangat jelas tergambar dalam film tidak ada satupun detil implisit maupun eksplisit yang mengajak para remaja untuk berbuat senonoh semacam itu dan hamil diluar nikah. Ini membuktikan bahwa masih banyak orang tua yang menanggap pendidikan seksual usia dini adalah hal yang tabu dan menakutkan. Padahal sejak anak berusia 0 tahun secara tidak sadar anak sudah mulai mendapat pendidikan seksual. Hal itu dimulai secara perlahan sejak bayi mulai dari menyusui, toilet training, identitas diri, hingga ke perasaan tertarik pada lawan jenis dan berlanjut ke perilaku seksual ketika sudah waktunya (re: dewasa dan menikah). Setidaknya itulah garis besar psikoseksual yang sudah dikemukakan oleh Freud.
Pendidikan seksual sejak dini dianggap penting bukan untuk mengajak anak melakukan perbuatan tak senonoh dan memalukan sebelum waktunya, tetapi untuk membangun dinding atau batasan-batasan pada diri si anak untuk lebih memahami dirinya dan menjaga diri dari bahaya seks bebas dan eksploitasi/pelecehan seksual yang mungkin akan dialami oleh sang anak.
Banyak sekali kasus pelecehan seksual anak dimana sang anak bahkan tidak tahu sebelumnya kalau ia mendapat pelecehan. Sang anak hanya mengeluhkan sakit di bagian (maaf) pantat atau kemaluan beberapa hari setelah mendapat pelecehan. Dengan adanya pendidikan seks sejak dini, anak akan dapat memberontak dan langsung melaporkan pelecehan yang dialami kepada orang tua.
Kembali ke film, saya pribadi berharap meskipun diterpa kontroversi, film Dua Garis Biru tidak disalah pahami sebagai ajakan anak remaja beramai-ramai berpacaran hingga diluar batas. Saya juga berharap masyarakat yang sudah salah paham dan sempat menanda tangani petisi penolakan ikut menonton dan lebih paham, peka dan peduli terhadap pentingnya pendidikan seksual usia dini.
0 comments