Psikologi Perkembangan : Perkembangan Kogintif 3 Tahun Pertama
Mei 10, 2015
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
Nama Anggota : M.
Agung Laksono (17514057)
Appolinaria
Putri ()
Destika
Nastiti (12514786)
Fuad
Hababa (14514400)
Jeckwin
G.L (15514613)
Nurul
Izzatur R. (18514278)
Rizka
Fitriana (19514590)
Wahyu
Manila (1c514851)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
A.
Perkembangan
Kognitif = Pendekatan Klasik
Perkembangan
Kognitif adalah perkembangan kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan
karena bertambah besarnya koordinasi dan pengendalian motorik, maka dunia
kognitif anak berkembang pesat, semakin kreatif, bebas dan imajinatif.
Banyak peneliti yang mengambil
salah satu dari tiga pendekatan klasik berfikir berikut ini yang kemudian
menjadi ranah perkembangan kognitif:
Pendekatan
behaviouris pendekatan untuk mempelajari
perkembangan kognitif yang berkenaan dengan mekanika dasar pembelajaran. Juga memberikan
perhatian terhadap bagaimana perilaku berubah sebagai respons terhadap sebuah
pengalaman.
Pendekatan
psikometris pendekatan untuk mempelajari
perkembangan kognitif yang mendeskripsikan tahapan kualitatif dalam fungsi
kognitif. Mencoba mengukur perbedaan
kuantitatif falam kemampuan kognitif dengan menggunakan tes yang
mengindikasikan atau meramalkan kemampuan ini
Pendekatan Piagetian memerhatikan perubahan atau langkah-langkah
dalam kualitas fungsi kognitif. Pendekatan tersebut memberikan perhatian
tentang bagaimana pikiran menstruktur aktivitasnya dan beradaptasi dengan
lingkunganya .
1) Pendekatan
Behavioris (Mekanika Pembelajaran Dasar)
Bayi dilahirkan dengan
kemampuan untuk belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, cium, rasa, dan
sentuh. Mereka juga memiliki kemampuan untuk meningat apa yang mereka pelajari.
Tingkat kematangan merupakan hak yang esensial dalam proses ini, tetapi ketika para
teoretikus pembelajaran menyadari kedewasaan sebagai factor pembahasan, perhatian utama mereka
tetap dicurahkan kepada mekanisme pembelajaran.
Ada juga proses
pembelajaran yang dipelajari oleh behaviourist, yaitu classical conditioning ( pengkondisian klasik) dan operant conditioning ( pengkondisian
operan).
Pengkondisian
Klasik : Pembelajaran yang didasarkan pada pengaitan
stimulus yang asalnya tidak merangsang
respong dengan stimulus lain yang merangsang respon. Conto: Bayi yang
refleksi terhadap flash kamera.
Pengkondisian
Operan : Pembelajaran
yang didasarkan kepada penguatan. Contoh :Bayi yang berusia 2 – 6 bulan yang mulai berkembang
ingatannya mulai aktif menendang nendang mainan yang dia lihat, karna akan
berbunyi jika bergerak. Oleh karna itu bayi tersebut akan segera menendang
setelah melihat mainan mobil tersebut.
Perilaku
kecerdasan berorientasi tujuan dan
adaptif bertujuan untuk memperbaiki
situasi dan kondisi hidup. Kecerdasan memungkinkan orang untuk mendapatkan,
mengingat, dan menggunakan pengetahuan, utnukk memahami konsep dan hubungan serta memecahkan masalah
sehari – hari.
Pada awal abad 20,
Sekolah Administrasi di Paris meminta Alfred Binet untuk merancang cara
mengindentifikasikan anak-anak yang tidak dapat menangani tugas akademik dan
harus diberikan pendidikan khusus. Tes yang dikembangkan oleh Binet dan
rekannya, Theodore Simon merupakan perintis tes psikomentris yaitu menggunakan
anak-anak pada semua tingkat kemampuan yang kemudian menilai kecedarsan dengan
angka. Salah satunya adalah skala kecerdasan Stanford-Binet, adalah versi
Amerika terhadap tes Binet-Simon.
Tujuan dari tes
psikometri adalah mengukur secara kuantitatif berbagai factor yang diduga
membentuk kecerdasan . Dari hasil pengukuran
tersebut, untuk memprediksi peforma di masa yang akan datang, juga mengukur
kecerdasan dengan membandingkan peforma yang diuji dengan nilai
terstandarisasi. Tes IQ (intelligence
quotient) berisi pertanyaan atau tugas yang seharusnya menunjukan seberapa
banyak kemampuan yang diukur dimiliki oleh seseorang.
Menguji
Bayi dan Balita
Karena bayi tidak dapat
mengatakan apa yang mereka ketahui dan bagaimana mereka berfikir, maka cara
terbaik untuk mengukur kecerdasan mereka adalah dengan menilai apa yang dapat
mereka lakukan. Tapi, jika mereka tidak meraih lonceng, misalnya, sulit bagi
kita untuk menyatakan apakah mereka tidak tahu bagaimana melakukannya, merasa
tidak senang melakukannya, tidak menyadari apa yang diharapkan dari mereka,
atau hanya tidak tertarik saja. Walaupun hampir mustahil untuk mengukur
kecerdasan bayi, adalah hal yang mungkin untuk menguji perkembangan kognitif
mereka. Apabila orang tua khwatir karena bayinya tidak melakukan apa yang
dilakukan oleh bayi lain dengan usia yang sama, pengujian perkembangan dapat
meyakinkan mereka bahwa perkembangan tersebut normal, atau sebaliknya
memperingatkan merekan akan adanya masalah.
Menilai
Dampak Lingkungan Rumah Kecerdasan pernah dianggap sesuatu
yang baku dari lahir. Sekarang, sebagaimana yang kita ketahui bahwa kecerdasan
dipengaruhi oleh factor keturunan dan
juga pengalaman. Karakteristik lingkungan rumah apa yang dapat mempengaruhi
kecerdasan? Dengan menggunakan Home Observation for measurement of the
Environment (HOME) daftar yang mengukur pengaruh lingkungan rumah
terhadap perkembangan kognitif anak. HOME adalah responsivitas orang tua. HOME
memberikan peringkat positif kepada orang tua yang memberikan pujian kepada
anak atau menjawab pertanyaan si anak. Respomsivitas orang tuaa atau pengayaan
lingkungan rumah benar-benar meningkatkan kecerdasan anak, semua factor ini berkaitan dengan kecrdasan tinggi. Orang
tua yang berpendidikan cenderung untuk memberikan linkungan rumah yang
merangsang positif, dank arena gen mereka juga diwariskan kepada anak, terdapat
pula kemungkinan pengaruh genetik dalam hal ini
Status
Sosioekonomi, Praktik Parenting, dan IQ
Kemiskinan dapat
menghambat pertumbuhan kognitif anak dengan membatasi kemampuan orang tua untuk
menyediakan sumber daya pendidikan dan memunculkan efek psikologi negative
terhadap orang tua dan praktik pengasuhan mereka. Dalam sempel NLSY yang
disebutkan di atas, anak-anak dari kalangan miskin memiliki kecenderungan yang
lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dari kalangan berada untuk menerima
materi dan pengalaman yang dikayakan. Studi jangka panjang lainnya
mengungkapkan bagaiimana aspek tertentu pengasuhan yang diikaitkan dengan SES
dapat mempengaruhi perkembangan kognitif.
Intervensi Dini, proses
sistematik menyediakan layanan untuk membantu keluarga memenuhi kebutuhan
perkembangan anak. Didefinisikan di bawah individuals
with Disabilites Education Act, adalah proses sistematik dalam merencanakan
dan menyediakan pelayanan terapeutik dan pendidikan terhadap keluarga yang
membutuhkan pertolongan untuk memenuhi kebutuhan bayi, batita dan anak
prasekolah
Mekanisme
persiapan perkembangan ( developmental
priming mechanism ) aspek lingkungan rumah yang merupakan keharusan untuk
perkembangan kognitif dan psikososial. Ada 6 mekanisme:
-
Mendorong eksplorasi lingkungan
-
Mentoring dalam keterampilan kognitif
dasar dan social, seperti menempel, merangkai, menyusun, dan membandingkan
-
Merayakan keberhaslan
-
Bimbingan dalam keterampilan praktik dan
pengembangan
-
Perlindungan dari hukuman yang tidak
seharusnya, ejekan, atau ketidaksetujuan terhadap kesalahan atau konsekuensi
dari ketidaksengajaan mengeksplorasi dan mencoba keterampilan yang ada
-
Menstimulasi bahasa dan kemonukasi
simbolik lainnya
Keberadaan
yang konsisten keenam kondisi ini dalam awal kehidupan merupakan hal yang
esensial bagi perkembangan otak normal. Tujuan intervensi dini adalah membantu
anak-anak yang tidak mendapatkan dukungan perkembangan sepeti anak – anak yang
berkecukupan.
3) Pendekatan
Piagetian
Ada
empat tahap perkembangan kognitif Piaget yaitu : Tahap Sensori (Sensory Motor Stage), Tahap
Pra-Operasional (Pre-Operational Stage),
Tahap Operasional Konkret (Concrete
Operational Stage) dan Tahap Operasional Formal (Formal Operational Stage).
Pada
tahap Sensorimotor, anak (usia ±2 tahun) mengkontstruksikan pemahaman mengenai
dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensoris mereka dengan tindakan fisik
(motorik), karena itu disebut sensori motorik. Tahap ini memiliki beberapa
sub-tahapan.
Sub-tahap pertama
(lahir hingga 1 bulan) : Bayi yang baru lahir mulai melatih beberapa kontrol berkenaan
dengan refleks bawaan. Mereka melakukannya walaupun perangsang normalnya tidak
ada. Misalnya, seorang bayi yang baru lahir akan menghisap secara refleks
ketika bibir mereka disentuh.
Sub-tahap kedua (sekitar
1- 4 bulan) : Bayi belajar untuk mengulang sensasi tubuh menyenangkan yang mereka dapatkan awalnya secara tidak sengaja
(katakanlah menghisap ibu jari mereka)
Sub-tahap ketiga
(sekitar 4-8 bulan) : Bayi memiliki ketertarikan untuk memanipulasi objek dan
mempelajari bagian tubuh mereka. Misalnya, bayi pada usia ini akan berulang
kali menggoncangkan mainan yang bersuara untuk mendengar suaranya.
Sub-tahap keempat,
koordinasi skema kedua (sekitar 8-12 bulan) mereka berkembang sesuai dengan
beberapa skema yang mereka bawa sejak lahir. Mereka akan merangkak mendapatkan
sesuatu yang mereka inginkan, meraih benda tersebu, dan menyingkirkan penghalang untuk mendapatkan
(seperti tangan orang lain)
Sub-tahap kelima
(sekitar 12 sampai 18 bulan) : Bayi mulai mencoba perilaku baru untuk melihat
apa yang terjadi. Setelah mereka mulai berjalan, maka mereka dapat lebih mudah
mengeksplorasi lingkungan mereka.
Sub-tahap keenam
(sekitar 18 bulan sampai 2 tahun): Adanya kombinasi mental, merupakan transisi
menuju tahap pra-operasional masa
kanak-kanak awal. Kemampuan representasional adalah kemapuan untuk secara
mental mempresentasikan objek atau peristiwa dalam ingatan dan sebagian besar
dilakukan melalui simbol. Seperti kata,
angka, dan gambar mental.
Salah satu cara untuk
membantu perkembangan kognisi anak adalah dengan bermain Ci Luk Ba. Menurut Fernald & O’Neill pada tahun
1993, Ci luk ba dimainkan dalam berbagai kultur menggunakan urutan yang mirip
satu dengan yang lain.
Permainan ini memenuhi
beberapa tujuan penting. Psikonalis mengatakan bahwa permainan tersebut
membantu bayi memanggil ketika ibu mereka menghilang. Psikonalis memandang
permainan itu sebagai cara bayi bermain dengan ide kepermanenan objek yang
terus tumbuh. Permainan tersebut juga dapat menjadi rutinitas sosial yang
membantu bayi belajar aturan yang mengatur percakapan.
Seiring dengan
berkembangnya kompetensi kognitif bayi untuk memprediksi apa yang terjadi,
permainan tersebut masuk kedalam dimensi baru. Antara 3 sampai 5 bulan, senyum
dan tawa si bayi terhadap hilang dan munculnya wajah orang dewasa merupakan
sinyal perkembangan ekspentasi apa yang terjadi kemudian dari si bayi.
Pada usia 5-8 bulan si
bayi menunjukkan antisipasi dengan memendang dan tersenyum ketika suara orang
dewasa menunjukkan kemunculannya kembali.
Di usia 1 tahun, bayi
tidak lagi hanya sebagai pengamat tapi juga sebagai yang memulai permainan,
secara aktif mengajak orang dewasa untuk bermain.
B.
Mempelajari
Perkembangan Kognitif
Selain berkembangnya anak dalam
bereksplorasi, perkembangan kognitif juga merupakan perkembangan memori atau
cara berpikir anak dan kemampuan anak dalam merespon. Terdapat tiga pendekatan
perkembangan kognitif bayi dan balita.
1) Pendekatan
Pemrosesan Kognitif
Focus
pada proses yang mencakup persepsi, pembelajaran, ingatan, dan pemecahan masalah.
Pendekatan ini mencoba menyingkap apa yang dilakukan oleh orang-orang dengan
informasi dari mulai mereka mendapatkannya hingga saat mereka menggunakannya.
Teori
pemrosesan informasi berkenaan dengan perbedaan individual dalam kognisi.
Mendeskripsikan proses mental yang terlihat ketika seseorang mendapatkan dan mengingat
informasi, atau memecahkan masalah. Rises mengenai pemerosesan informasi saat ini
telah menggunakan metode baru dengan cara menganalisis bagian terpisah dari tugas yang
kompleks. Berikut beberapa metodenya:
1. Pembiasaan
(Habituation)
Tipe pembelajaran dimana pengulangan
atau kesinambungan penerimaan terhadap stimulus (seperti berka scahaya)
mengurangi perhatiannya terhadap stimulus yang ada. Peningkatan respon terhadap stimulus baru ini
disebut dishabituasi. Habituasi (pembiasaan) digunakan untuk mempelajari kemampuan
bayi untuk mendeteksi perbedaan antara pola visual berkenaan dengan orang,
objek, dan kejadian.
2. Kemampuan
Perseptual dan Pemerosesan Awal.
a.
Visual Preference (seleksi visual)
Didasarkan
pada kemampuan untuk membuat pembedaan visual. Bayi lebih memerhatikan stimuli
baru dibandingkan yang lama (disebut jugadengan novelty preference)
b.
Visual Recognition Memory
Kemampuan
untuk
membedakan isyarat yang akrab dari yang tidak akrab pada waktu
yang sama, dengan kecenderungan memandang sesuatu yang baru tersebut lebih
lama.
Pieget
percaya bahwa indra tidak saling berhubungan pada waktu lahir dan baru saling berhubungan
secara gradual melalui pengalaman. Cross-modal
transfer merupakan kemampuan untuk menggunakan informasi yang didapat dari satu
indra untuk memandu indra lain.
3. Violation
of Expectation dan Perkembangan Pemikiran
a.
Kepermanenan Objek (Object Permanence)
Kepermanenan
objek ada dalam diri bayi pada usia 3,5bulan.
Pemahaman
terhadap angka dimulai pada usia 5 bulan, ini didasarkan pada penelitian Karen
Wynn (1992) dimana bayi dapat menanbah dan mengurangi jumlah kecil dari objek.
c.
Kausalitas
Prinsip
yang menyatakan suatu peristiwa akan menyebabkan peristiwa yang lain.
2) Pendekatan
Kognitif Neurosains : Struktur Kognitif Otak
Menguji “perangkat
keras” sistem syaraf pusat. Pendekatan ini berusaha mengidentifikasi keterlibatan
struktur otak dalam aspek kognisi tertentu.
Kematangan
neurologis merupkan faktor utama dalam perkembangan kognitif, perubahan gelombang
otak berkaitan dengan pemrosesan informasi dan menentukan struktur otak mana
yang mempengaruhi ingatan.
Dua
sistem memori jangka panjang :
1. Memori
Eksplisit : Ingatan sadar, contohmya berupa fakta, nama, peristiwa, dll.
2. Memori
Implisit : Ingatan bawah sadar, contohnya berupa kebiasaan atau keterampilan.
Memori
implisit cendrung lebih awal dalam berkembang dan proses peyempurnaannya lebih cepat.
Berbeda dengan memori eksplisit, dia akan berkembang dan matang pada usia 6
bulan sampai 12 bulan.
3.)
Pendekatan Sosial – Kontekstual :
Belajar dari interaksi dengan cara pengasuh
Konsep guided participation terinspirasi oleh
zona perkembangan terdekat (proximal development) Vigotsky dan pandangannya
terhadap pembelajaran sebagai proses kolaboratif. Guided participation merujuk kepada interaksi mutual antara orang
dewasa yang membantu membentuk tindakan anak-anak dan menjembatani gap
pemahaman anak-anak dengan orang dewasa. Guided
participation sering kali terjadi dalam bermain bersama dan dalam aktivitas
sehari-hari, dimana anak-anak mempelajari keterampilan, pengetahuan, dan nilai
penting dalam kultur mereka secara tidak formal.
Balita AS yang memiliki
ibu yang mengurusi rumahtangga atau yang berada dalam penitipan, berinteraksi
dengan orangtua mereka dalam konteks permainan anak-anak ketimbang kerja
orangtua atau dunia sosial. Pengasuh berbicara dengan anak sebagai teman dekat
dan mengatur serta memotivasi pembelajaran mereka dengan pujian dan tawa
senang. Keluarga Turki, yang sedang berada dalam masa transisi dari cara hidup
pedesan keurban, menunjukkan pola yang berada dengan dua tempat lain.
Dengan demikian konteks
kulturan memengaruhi cara pengasuh memberikan kontribusi terhadap perkembangan
kognitif. Para periset ini menunjukkan bahwa keterlibatan langsung orang dewasa
dalam pembelajaran dan permainan anak diadaptasi secara lebih baik oleh
lingkungan komunitas urban kelas menengah, dimana ibu rumah tangga memiliki
lebih banyak waktu, memiliki keterampilan verbal yang lebih besar, mungkin
lebih tertarik dengan pembelajaran dan permainan anak-anak, ketimbang komunitas
pedesaan. Negara berkembang, dimana anak-anak biasanya mengamati dan
berpartisipasi dalam aktivitas kerja orang dewasa. Cara orang dewasa melibatkan
diri mereka dalam pembelajaran anak-anak dalam satu kultur tidak lebih baik
atau lebih buruk ketimbang yang lain hanya berbeda.
4.
Perkembangan
Bahasa
Rangkaian Perkembangan Bahasa Awal
Sebelum bayi dapat
menggunakan kata, mereka mengungkapkan kebutuhan dan perasaan mereka melalui tangisan,
sergahan, dan mengoceh kemudian imitasi tanpa sengaja, akhirnya meniru dengan maksud.
Suara-suara ini dikenal dengan prelinguistic
speech (bahasa pralinguistik). Bayi juga tumbuh dengan mengenal dan memahami
suara percakapan dan menggunakan gaya yang bermakna. Biasanya bayi mulai berbicara
diakhir tahun pertama, dan mulai berbicara
dalam kalimat pada bulan pertama atau sebelum delapan hingga satu tahun kemudian.
Tabel Patokan Bahasa
dari Lahir hingga Usia 3 Tahun
Usia dalam bulan Perkembangan
Lahir Dapat mengenali percakapan, menangis, membuat
semacam respons terhadap suara
1
½ sampai 3 Mengeluarkan suara
“uuuu” dan tertawa
3
Bermain dengan
suara bicara (speech sound)
5 sampai 6 Membuat
suara konsonan, mencoba untuk menyesuaikan dengan apa yang diadengar
6
sampai 10 Mengoceh huruf konsonan
dan vocal.
9 Menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi dan bermain gerakan
tubuh.
9 sampai 10 Mulai
memahami kata (biasanya adalah kata ‘jangan’ dan namanya sendiri)
10 sampai 12 Tidak
lagi dapat membedakan suara yang bukan berasal dari bahasa ibu
9
sampai 12 Menggunakan sedikit gerak tubuh sosial
10 sampai 14 Mengucapkan
kata pertama (biasanya nama sesuatu)
10 sampai 18
Mengucapkan
kata tunggal
13
Memahami fungsi
simbolis penamaan
13
Menggunakan
gerakan tubuh yang lebih rumit
14 Menggunakan gerak
tubuh simbolik
16 sampai 24 Belajar banyak kata baru, mengembangkan
kosa kata dengan cepat dari mulai 50 kata menjadi 400 kata : menggunakan kata
kerja dan sifat
18
sampai 24 Mengucapkan kalimat
pertama (dua kata)
20 Semakin sedikit menggunakan
gerak tubuh : lebih banyak menamai benda
20
sampai 22 Memiliki ungkapan
yang komprehensif
3 Belajar kata
baru hampir setiaphari: berbicara dengan kombinasi dua atau tiga kata, mengerti
dengan baik membuat kesalahan gramatikal
36 Mengucapkan 1000
kata, 80% dapat dimengerti, membuat beberapa kesalahan dalam sintaksis
5.
Apakah
Batita dapat Membaca Keinginan Orang Lain?
Sebagian
besar balita belum dapat berbicara
dengan baik untuk menyampaikan kepada kita apa yang mereka inginkan. Sebuah tim
riset ( Repacholi & Gopnik, 1997) mendesain percobaan unuk mengenali
pilihan makna orang lain.
Tiap
anak dari 159 anak -setengah dari jumlah tersebut berusia 14 bulan dan setengah
yang lain berusia 18 bulan- mengambil bagian dalam sesi permainan individual.
Sepanjang sesi tersbut, anak-anak dan para penguji ditawari dua macam makanan
kecil : pertama yang disukai oleh anak-anak ( biskuit coklat) dan yang kedua,
yang kurang tidak disukai anak-anak (biskuit rasa sayur). Pertama-tama
anak-anak tersebut mencicipi makana tersebut baru kemudian para penguji. Sebagaimana yang diduga sebelumnya, 9 dari 10
anak tersebut memilih biskuit coklat.
Anak
laki dan perempuan dalam jumlah dan usia yang sama dipilih secara acak untuk
menjalani dua kondisi pengujian : pertama, dimana para penguji memberikan makan
yang disesuai dengan selera anak-anak. Dalam kondisi “yang sesuai”, para
penguji menunjukan rasa puas setelah mencicipi biskuit cokelat(“Mmm”) dan
menunjukan rasa jijik (“Hoak”) setelah mencicipi biskuit rasa sayur. Dalam
kondisi “ yang tidak sesuai”, para penguji berakting seolah dia memilih sayur.
Kemudian
si penguji meminta kepada anak-anak tersebut untuk memberikan makanan yang sana
kepadanya anak-anak juga memiliki kesempatan untuk mencicipi makanan tersebut.
Tindakan ini dilakukan uyntuk melihat apakaha pilihan makanan anak-anak
dipengaruhi oleh pilihan para penguji, Hasinya 6 anak (4%) yang mengubah pilihan mereka.
Apakah
yang anak-anak terseebut lakukan ketika si penguji meminta makanan tersebut ? 7
dari 10 dari anak yang berusia 14 bulan tidak memberikan respon. Sekitar 1 dari
3 orang “mengolok-olok” si pengujia dengan menawarkanya dan kemudian menarinya
kembali. Mereka yang merespon tawaran untuk mencicipi makanan penguji, terlepas
dari jenis makanannya, sebagian besar berusia 14 bulan. Sebaliknya hanya 3 dari
10 bayi balita berusia 18 bulan yang tidak
merespon terhadapa para penguji dan hanya 3 dari 4 yang meresponya, yang
memberikan makanan yang diketahui disukai oleh penguji, terlepas apaakah mereka
menyukai atau tidak menyukaiunya.
Dengan
demikian bayi yang berusia 18 bulan , bujkan yang berusia18 bulan, tampak elah
mampu menggunakan isyarat emosional seorang untuk menemukan apa yang disukai
dan tidak disukai oleh seorang, bahkan walaupun keininan orang tersbut berbeda
dari keinginanya dan kemudian mengaplikasikan informasi tersebut dalam berbagai situasi berbeda yang tidak
memiliki isyarat jelas berkenaan dengan pilihan seseorang. Hal ini menunjukan
pemahaman kondisi mental yang sediakit rumit: kesadaran bahwa dua orang dapat
memiliki perasaan yang berbeda tentang situasi yang sama.
1) Karakteristik
Bahasa Awal
Bahasa awal memiliki
karakter khusus -terlepas dari bahasa yang diucapkan oleh si anak-. Sebagaimana
yang kita saksikan, anak-anak menyederhanakan
masalah . Mereka menggunakan percakapan
telegrafik untuk menghantarkan makna yang mereka kehendaki.
Anak-anak
memahami hubungan gramatikal yang
tidak dapat mereka ekspresikan. Pertama-tama, Nina
mungkin dapat paham bahwa anjing mengejar kucimg, tapi mereka tidak dapat
melukiskan sebuah kata untuk menekspresikan aksi yang komplet.Kalimat yang
diucapkannya adalah “kucing kejar” bukan “kucing mengejar tikus”.
Anak-anak
menyempitkan makna kata. Paman Lisa,bayi berusia 13 bulan
memberikan mobil-mobilan yang disebut “meeemm-mm” kemudian, ayahnya pulang dari
kantor dan membawakan mainan. “lihat Lisa” kata sang ayah,” Ini ada mobil untuk
kamu”. Lisa menggelengkan kepalanya sambil berkata “Mem-mum”. Kemudian dia lari
mengabil mobil yang diberikan pamanya. Bagi dia, mobil tersebut dan hanya mobil
tersebut,yang dapat disebut sebagai mobil. Dibutuhkan beberapa waktu sebelum ia
menyebutkan mobil mailnan lain dengan nama yang sama. Lisa menyempitkan makna
dari kata”mobil” dengan membatasi pemakaiannya kepada satu benda.
Anak-anak
juga meluaskan makna kata. Pada usia 14 bulan, Edi melompat
kegirangan dan berteriak “kakek!” ketika seorang pria beruban muncul di
televisi. Edi terlalu menggenarilisir atau meluaskan makna dari sebuah kata.
Dia pikir karena karena kakeknya memiliki uban maka semua pria beruban
dipanggilnya “kakek”. Seiring dengan berkembangnya kosakata yang lebih luas dan
mendapatkan umpan balik dari orang dewasa berkenaan denga ketepatan penggunaan
apa yang mereka ucapkan, perluasan makna tersebut semakin berkurang. (“Bukan
sayang, pria itu memang seperti kakek, tapi dia adalah kakek orang lain, bukan
kakek kamu”)
Anak-anak
terlalu mematuhi aturan: mereka mengaplikasikannya dengan kaku,tanpa mengetahui
beberapa aturan memiliki pengecualian. Ketika John mengatakan “Mouse” (bentuk tunggal tikus)
bukan “mice” (bentuk jamak tikus) atau ketika megan mengatakan “ I Thunked” bukan “ I Tought “ maka semua ini meng indikasikan kemajuan. Sebelum ini,
kedua anak tersebut telah menggunakan bentuk
Irreguler Words yang tepat, tapi hal tersebut hanya menirukan
apa yang mereka dengar. Setelah anak belajar aturan untuk kata jamak dan kata
yang menunjukan masa lalu (past tence) ( tahapan Krusial dalam tahapan belajar
bahasa), mereka mengaplikasikannya secara universal. Langkah selanjutnya
adalah belajar pengecualian terhadap aturan tersebut, yang biasanya terjadi
pada awal masa skolah.
Teori Klasik Penguasaan Bahasa :
Perdebatan Nature-Nurture
Apakah
kemampuan bahasa dipelajari atau bawaaan ? Pada tahun 1950-an, terdapat
perdebatan antara dua aliran pemikiran :
salah satunya dikomandoi oleh B.F. Skinner, perintis teori pembelajaran
dan yang lain oleh Noma Chomsky,
ahli bahasa.
Skinner (1957)
bersikukuh bahwa pembelajaran lainnya, didasarkan pada pengalaman. Merujuk
keapada teori pembelajaran klasik, anak belajar bahasa melalui pengkondisian
operan. Pertama-tama, bayi mengeluarkan suara acak. Pengasuh
menguatkan suara yang dapat membentuk pembicaraan orang dewasa dengan senyuman,
perhatian dan pujian. Bayi kemudian mengulangi suara yang dikuatkan ini. Suara
yang bukan merupakan bahasa bahasa ibu tidak diucapkan dan karebna itu si anaka
akana berhenti membuatnya secara Gradual. Merujuk kepada teori pembelajaran
sosial, bayi mengitimai suara yang mereka dengar di ucapkan oleh orang dewasa
dan sekali lagi, dikuatkan untuk melakukan pengimitasian tersebut. Pembelajaran
bahasa bergantung kepada penguatan selektif. Kata “Kucing” misalnya, hanya dikuatkjan
ketika keluarga kucinjg muncul. Seiring dengan berlanjutnya proses ini,
anak-anak didorong untuik berbicara semakinn mirip orang dewasa. Pembentukan
kalimat adalah proses yang lebih kompleks : anak mempelajari sususnan kata
dasar ( Subyek-Kata Kerja-Objek-“Saya mau es”). Dan kemudian belajar bahwa kata
dalam tiap kategori tersebut dapat diganti de4ngan yqang lain (“Ayam makan
ayam”)
Observasi,Ijmitasi
dan penguatan sangat mungkin memberikan kontribusi terhadap perkembangan
bahasa, tapi sebagaimana yang dinyatakan oleh Chomsky (1957) secara
persuasif, mereka itu tidak dapat menjelaskan semuanya dan tidak seluruhnya
dikuasai dengan pelafalan dan penguatan tertentu. Kemudian, para pengasuh
biasanya menguatkan pelafalan yang kurang gramatis, selama kata-kata tersebut
dipahami. (“ gampa go bye-bye”)
perkataan dewasa itu sendiri merupakan model imitasi yang kuyrang dapat
dipertanggung jawabkan karena perkataan tersebut sering kali tidak
gramatikal,mengandung kesalahan pelafalan awa, kalimat yang tidak sempurna dan
kesalahan mengucapkan. Teori pembelajaran juga tidak menerima cara imajinatif
anak-anak mengucapkan sesuatu yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya,
seperti kata “Keleo” dah mengatakan
bahwa ingin tidur karena belum “Wuahh”.
Pandangan
Chomsky disebut nativisme.
Berbeda dengan teoriu pembelajaran skinner, para nativis menekankan peran
aktif pengajar. Karena bahasa bersifat universal bagi manusia, Chomsky (1957,1972) menyatakan bahwa
otak manusia memiliki kemampuan bawaan untuk menguasai bahasa, maka proses seorang bayi belajar
bicara sama alamiahnya dengan proses belajar berjalan. Dia menyatakan bahwa
alat untuk menguasai bahasa bawaan (iborn language acquistion device [LAD]) memprogramkan
otak anak untuk menganilisis bahasa yang mereka dengar dan menemukan aturannya.
Setelah itu Chomsky (1995) berusaha mengidentivikasikan rangkaian
prinsip universal sederhana yang melandasi semua bahasa dan sebuah mekanisme
multitujuan yang berfungsi menghubungkan suara dengan makna.
Dukungan
terhadap pendapat nativisme datang dari kemampuan bayi yang baru lahir untuk
membedakan suara yang mirip dan hal tersebut menyatakan bahwa “lahir dengan
mekanisme perseptual yang kemudian menjadi alat untuk berbicara” (Eimas 1985,p
49). Nativis memaparkan bahwa semua anak menguasai bahaasa ibu mereka pada urutan yang berkaitan
dengan umur yang sama tanpa pengajaran formal. Lebih jauh lagi, otak
manusia-satu-satunya hewan dengan bahasa yang berkembang dengan sempurna-yang berstuktur lebih besar pada satu sisi,
menunjukan bahwa mekanisme bawaan untuk suara dan bahasa dapat ditemukan dalam Hemisphere( Belaahan Otak) yang lebih
besar-bagian kiri pada kebanyakan orang ( Ganin Holloway) yang lebih besar
bagian kiri pada kebanyakan orang ( Gannon, Holloway Broadfield& Braun 1998 ).
Akan tetapi pendekatan mekanisme tersebut bekerja, Pendekatan tersebut tidak
memberi tahu kita mengapa sebagian anak menguasai bahasa lebih cepat
dibanmdingkan yang lain, mengapa tedapat perbedaan keterampilan dan efisiensi
bahasa pada diri anak atau ( Sebagaimana yang akan kita saksikan ) mengapa
perkembangan percakapan tergantung kepada adanya orang lain yang menjadi teman
bicaranya, tidak hanya dari hasil mendengarkan.
Beberpa
aspek dari teori pembelajaran dan nativisme telah digunakan untuk menjelaskan
bagaimana seorang bayi yang tuli belajar bahasa isyarat, yang berstruktur mirip
dengan bahasa bicara dan dikuaasai dengan urutan yang sama. Seorang bayi yang
tuli tampaknya menyalin bahaasa isyarat yang mereka lihat digunakan oleh orang
tua mereka, sebagaimana seorang bayi normal yang mengulangi kata yang
diucapkan.
2) Pengaruh
pada Perkembangan Bahasa Awal
Ilmuwan telah melakukan riset yang difokuskan pada hal ini, baik yang berasal dari dalam
diri anak maupun dari luar.
Kematangan
Otak. Perkembangan dan
pengorganisasian kembali otak sepanjang bulan dan tahun pertama sangat
berkaitan dengan perkembangan bahasa. Dengan meneliti sebuah keluarga yang
menurunkan anggota keluarga yang mengindap kelainan berbicara dan bahasa yang
parah selama 3 generasi, para ilmuwan menyingkap sebuah gen yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan
kemampuan berbicara dan bahasa.
Daerah kortikal (yang
berkaitan dengan bahasa) masih belum
sempurna hingga paling tidak anak berusia pra sekolah akhir atau sebelumnya, bahkan ada beberapa yang baru sempurna hingga
dewasa. Tangis bayi yang baru lahir dikontrol oleh batang dan pons otak
(bagian otak yang paling primitif dan yang paling awal berkembang).
Proses linguistik yang
teroganisir dalam otak sangat tergantung kepada pengalaman. Studi setiap anak
yang memiliki kerusakan otak menyatakan bahwa periode sensitif eksis sebelum
lateralisasi bahasa menjadi baku.
Otak seorang bayi
normal juga menunjukkan plastisitas. Dalam satu studi, periset mengukur
aktivitas otak pada berbagai tempat di tempurung otak ketika seorang bayi
mendengarkan serangkaian kata, sebagiannya tidak mereka pahami. Antara usia 13
dan 20 bulan, periode pertumbuhan kosakata, pemahaman seorang bayi tampak
semakin terlateralisasi.
Interaksi
Sosial : Peran Orang Tua dan Pengasuh. Bahasa merupakan
tindakan sosial. Orang tua atau pengasuh lainnya memainkan peran penting pada
setiap tahap perkembangan bahasa.
Pada
Periode Linguistik Di tahap babbling,orang dewasa membantu bayi bergerak majuke arah berbicara
dalam arti yang sebenarnya dengan mengulang suara yang dibuat oleh si bayi.
Segera si bayi akan ikut bermain dan mengulang kembali suara yang tadi
didengarnya.
Perkembangan
Kosakata. Ketika bayi mulai berbicara, orang tua atau pengasuh
akan membantunya dengan mengulang kata pertama dan mengucapkan kata tersebut
dengan benar. Bayi belajar dengan mendengarlan apa yang diucapkan oleh orang
dewasa. Akan tetapi, sensivitas dan responsivitas terhadap level perkembangan
anak jauh lebih berarti ketimbang jumlah dari kata yang digunakan oleh ibu.
Dalam rumah tangga
dimana terdapat dua bahasa yang digunakan, pertama-tama bayi biasanya
menggunakan elemen dari kedua bahasa, terkadang dalam pengucapan yang sama
sebuah fenomena yang disebut code mixing. Kemampuan untuk berubah
dari satu bahasa ke bahasa yang lain disebut code switching.
Banyak periset percaya
bahwa CDS membantu anak-anak untuk belajar bahasa ibu mereka, atau paling tidak
menguasainya lebih cepat. Sebagian peneliti menolak nilai penting CDS. Mereka
berpendapat bahwa bayi akan berbicara lebih cepat dan baik apanila mereka
mendengar dan dapat merespon pembicaraan orang dewasa yang lebih kompleks.
Disamping itu, bayi sendiri memilih ucapan yang sederhana. Pemilihan ini jelas
terlihat pada usia dibawah 1 bulan dan hal tersebut tampaknya tidak tergantung
kepada pengalaman tertentu. Tetapi kecendrungan terhadap CDS tidak terbatas
pada bahasa bicara.
3) Persiapan
untuk Literasi : Keuntungan Membaca dengan Keras
Mayoritas bayi senang
dibacakan cerita. Nada pembacaan yang dilakukan oleh orang tua atau pengasuh
untuk mereka dan cara membacanya dapat
mempengaruhi seberapa baik seorang anak berbicara dan akhirnya seberapa baik
mereka membaca. Gaya membaca dengan keras orang dewasa paling baik apabila
disesuaikan dengan kebutuhan dan keterampilan si anak.
Teknik yang menjajikan
bagi anak-anak normal dan bagi mereka
yang menunjukkan kelambanan bahasa atau memiliki risiko masalah perkembangan
membaca disebut dialogical reading atau share reading. Dalam metode
ini mirip dengan gaya describer, “si anak menjadi pendongeng” dan orang dewasa
bertindak sebagai pendengar aktif.
Dalam salah satu studi,
bayi berusia 21-35 bulan dengan orang tua yang menggunakan metode ini
mencatatkan enam bulan lebih tinggi
dalam kosakata dan ketrampilan bahasa ekspresif ketimbang kelompok kontrol.
Kelompok eksperimental juga unggul dalam keterampilan pra reading, kompetensi yang membantu dalam belajar
membaca, seperti belajar bagaimana bentuk dan suara huruf.
Shared
reading memberikan kesempatan alamiah untuk membarikan
informasi dan meningkatkan kosakata. Metode tersebut memberikan focus bagi
perhatian anak dan dewasa untuk melontarkan pertanyaan dan respons terhadap
pertanyaan.
0 comments