Dunia Tak Selalu Terlihat Mudah

Januari 27, 2019

Saya sadar bahwa dunia memang tak semudah kelihatannya. Maka itu, terkadang mimpi-mimpi yang telah terpendam selama ini harus menemui batasnya, bahwa kita juga harus realistis, meskipun saya berkepribadian Idealis Pemimpi.

Kemarin adalah kali kedua saya mengikuti acara Edu Fair. Edu Fair kali ini diselenggarakan oleh Vista Education dengan mengambil tema Top 5 Popular Countries Education yang terdiri dari beberapa Universitas di 5 negara seperti USA, UK, Australia, Kanada, Singapura. Acara ini dilaksanakan selama dua hari di tempat yang berbeda, tapi saya hanya mengikuti hari pertama di Pullman Central Park.


Sebenarnya, tujuan utama saya kesini adalah hanya untuk mengunjungi stan Nottingham Trent University. NTU adalah salah satu dari sedikit Universitas di dunia yang memiliki program magister jurusan Psikologi Forensik. Bisa dibilang, Psikologi Forensik ini adalah subjek yang amat sangat langka, secara subjek ini baru mulai dikenal pada tahun 2000.

Seperti edufair yang lain, terdapat dua orang yang akan berjaga (satu orang Indo dan satunya bule) di setiap stan. Awalnya, saya duduk di depan orang Indo. Tapi, ketika saya menyebutkan Psikologi Forensik, langsung dialihkan ke Mbak bule yang bernama Rebecca. Rebecca merupakan seorang PJ dari kampusnya untuk wilayah Asia Tenggara. Segera setelah saya duduk berhadapan dengannya, mulailah kami berbincang seputar jurusan, biaya yang harus disiapkan serta beasiswa. Walaupun vocab saya terbilang masih sedikit dan masih belum terlalu menguasai listening, saya bisa memahami apa yang dia bicarakan. Hal utama yang saya tangkap dan cukup membuat saya sedikit down adalah bahwa sebelum mengikuti course tersebut, kita harus melewati standarisasi dan akreditasi dari BPS atau British Psychological Society. Bisa dibilang BPS itu seperti HIMPSI di Indonesia. Nanti, mereka akan menilai apakah kita pantas mengikuti course yang dimaksud atau tidak. Hal yang perlu digaris bawahi adalah psikologi forensik adalah salah satu jurusan paling susah (menurut Mbaknya). Dia pun menawarkan pilihan lain, yaitu mengikuti kuliah master psikologi (M.Sc) selama satu tahun lalu lanjut ke master psikologi forensik. Disitu saya hanya bisa ber-hemm dan mengangguk-angguk, sadar bahwa menjadi seorang psikolog forensik tidak boleh main-main.

Setelah selesai berbincang, kami (saya dan teman saya) keluar area stan dan memutuskan untuk mengikuti workshop. Terdapat dua workshop yang juga menjadi inti acara, yaitu IELTS Workshop & Simulation with Kak Dewi, juga Tips and Trick sekolah di luar negeri bareng kak Tasya 'Anak Gembala'.

Tips and trick study overseas with Kak Tasya (Maafkan lensa kamera yang kurang mumpuni)

Ada banyak pelajaran dan info menarik, bahwa seorang Kak Tasya yang seorang artis dan berpendidikan juga pernah mengalami yang namanya DOWN. Kak Tasya juga merasa iri dengan orang lain karena ia belum bisa memberikan manfaat ke sekitarnya. OMG, seorang Kak Tasya aja ngomong gitu, gimana saya? (btw, Tasya, Maudy Ayunda dan Cinta Laura adalah  panutanku dalam urusan pendidikan). Emang, orang hebat mah beda!

Kemudian saya mulai berpikir, apakah saya benar-benar mampu mewujudkan impian saya? Terlepas dari kendala biaya, apakah saya bisa konsisten? Ada banyak hal yang ingin saya capai, tapi rasanya hal tersebut terlalu unrealistic sekali. Seperti dua mata koin yang berlawanan, saya ingin menjadi seorang psikolog forensik yang bekerja di bidang hukum. Sedangkan disisi lain, saya ingin menjadi freelancer yang pasti lebih fleksibel. Well, semoga kedepannya saya bisa memutuskan apa yang benar-benar ingin saya capai.

You Might Also Like

0 comments