Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

  • Home
  • About
instagram pinterest tumblr twitter linkedin google plus

Que Sera Sera

Dream . Hobbies . Passion

    • Home
    • About
    • Story
    • Thoughts
    • Review
    • _Movies
    • _Books
    • Tutorial



    Officially turned on 24 years old, I don't feel any special thing on my birthday. Semuanya berjalan seperti biasa. 

    Bangun tidur, makan, kerja, hingga akhirnya satu hari terlewati.
    Beda banget dari dulu-dulu kala.

    Dulu, di setiap malam sebelum hari kelahiran atau bahkan beberapa hari sebelumnya, selalu muncul pikiran-pikiran yang gak enak. Istilahnya overthinking. Mikirin, besok ada yang inget ulang tahunku gak ya, besok ada yang ngasih hadiah gak ya. Berasa diri paling spesial deh, yang lainnya biasa aja. 

    Tapi itu dulu. Kayaknya setahun sebelumnya juga masih ngerasain perasaan ini, deh.
    Saya baru sadar sensasi itu hilang di pagi hari kelahiran saya pada tahun 2021 ini. Seperti yang saya bilang tadi, sekarang rasanya jadi biasa aja kayak hari lainnya. 

    Hal yang membedakan lainnya adalah saya jadi semakin sadar, ada banyak waktu yang telah terbuang percuma. Dan saya sungguh menyesali hal itu. Perencanaan dan goal yang sudah susah payah saya buat tidak teralisasikan sama sekali.

    Misalnya, dalam sebulan minimal baca 1 buku, tapi ternyata tidak ada satu halaman pun yang dibaca. 
    Dalam setahun belajar bahasa baru, at least menguasai dasar, tapi ujung-ujungnya mentok di first lesson. 

    Saya menyesali waktu yang terbuang sia-sia dengan bermain gadget dan aktivitas tidak penting lainnya. Padahal tahun depan sudah akan berusia 25 tahun. Seperempat abad hidup di dunia tanpa ada progress rasanya seperti menjadi manusia yang tidak berguna.

    Di usia saya yang ke-24 tahun ini, semoga apa yang saya rencanakan bisa teralisasikan dengan baik hingga saya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Semoga semuanya berjalan lancar. Amiin.

    Au revoir chérie!
    Continue Reading

    Ketika saya menulis postingan ini, suasana liburan sudah menyelimuti.
    Bagaimana tidak, enam hari lagi tahun 2020 tiba.
    Ada perasaan senang sekaligus sedih. 
    Senangnya, karena saya percaya akan ada banyak lagi kesempatan untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat.
    Sedihnya, banyak tujuan atau resolusi yang belum tercapai di tahun 2019. Jadi mau gak mau saya harus melakukan beberapa perombakan rencana. Kalau diingat-ingat, saya juga pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya (lihat postingan saya tentang resolusi tahun baru).

    Tetapi, meskipun tahun 2019 bukan merupakan tahun terbaik dalam hidup saya, saya melewati banyak hal yang tak pernah saya lupakan. Ada banyak my first moment dalam tahun ini.

    1. Saya menjadi mahasiswa magang di perusahaan Astra
      Di kampus saya, mahasiswa psikologi tidak memiliki program magang. Dengar-dengar, karena selama masa perkuliahan kita sudah lebih banyak terjun di lapangan, maka kampus tidak mengadakan program tersebut. Namun, mengikuti program magang menjadi salah satu cara.

      Saat itu saya sedang menyusun skripsi bab 3. Kebetulan saya memiliki dua dosen pembimbing, dimana dosen pertama (dan utama) saya berdomisili di Papua. Bisa dibayangkan kita hanya berkomunikasi via email, dan saya membutuhkan waktu kurang lebih sebulan -bahkan lebih- untuk mendapat berkas revisi.

      Karena saya merasa bosan berdiam diri di rumah dan membutuhkan uang saku tambahan, maka saya mencai program internship. Alhamdulillah saat itu teman dekat saya (yang juga sedang magang) menawarkan posisi internship asisten HR di perusahaan teman bosnya. Saat itu juga saya langsung mengiyakan dan mengirim berkas yang diperlukan. Esoknya, saya langsung di telfon untuk menetapkan jadwal interview.

      Singkat cerita, saya diterima di perusahaan tersebut. Sayangnya, saya memutuskan resign di tengah jalan. Alasannya saat itu adalah karena saya sudah akan mengambil data dan mengejar wisuda.
    2. Momen kelulusan teman
      Ketika saya kuliah, saya memiliki satu circle teman nongkrong sekaligus teman belajar. Sejak awal kuliah hingga saat penyusunan skripsi, kita selalu mengatakan untuk selalu bersama. Masuk bareng-bareng, lulus juga bareng-bareng. Apa daya, setiap orang memiliki rintangannya masing-masing sehingga kami tidak bisa memakai toga pada hari yang sama.

      Kami berenam waktu itu, dan yang bisa menepati janji 'lulus bersama' hanya empat orang. Bisa tebak dua orangnya? Ya, salah satunya saya. Saya dan teman saya yang 'tertunda kelulusannya' memiliki dosen pembimbing skripsi utama yang sama. Jadi kami berdua hanya bisa berkaca-kaca menyaksikan kelulusan teman kami. Meski sedikit iri, kami mengharapkan yang terbaik untuk mereka.

      Tahu yang lebih miris? Saya tidak bisa menyaksikan kelulusan mereka. Mereka diwisuda ketika hari kerja, ketika saya mengikuti program magang di Astra. Saya tidak bisa izin karena kebetulan teman per-magang-an saya juga teman satu circle saya, sementara perusahaan tidak mengizinkan dua orang mahasiswa magang di divisi yang sama mengajukan cuti pada hari yang sama. Saya masih menyesal akan hal ini.
    3. Saya mendapat kerja
      Selang beberapa bulan saya memutuskan resign dari Astra, saya kembali fokus dengan skripsi. Qodarullah skripsi saya kembali menemui hambatan. Lagi-lagi dosen saya meminta perombakan yang lumaya banyak. Sambil menunggu balasan revisi skripsi, saya kembali menganggur di rumah.

      Karena tuntutan finansial, saya kembali mencari program magang atau kerja freelance di berbagai portal kerja. Dalam sehari tak terhitung berapa banyak lamaran yang sudah saya kirimkan, serta berapa banyak CV dan resume sudah saya buat (posisi job yang berbeda membutuhkan CV yang berbeda pula).

      Tepat beberapa hari sebelum lebaran Idul Fitri, saya mendapat email tawaran kerja menjadi content writer. Setelah mengirimkan portofolio, negosiasi gaji dan beberapa hal lainnya, saya resmi diterima menjadi penulis konten. Alhamdulillah ala kulli hal.

      Lucunya, ketika dulu ada yang bertanya apakah saya ingin menjadi penulis, saya membantahnya. "Saya ingin menjadi Psikolog. Saya tidak ingin mendalami bidang kepenulisan, karena itu bukan tujuan utama saya. Menulis hanya akan menjadi hobi saya." Sekarang siapa sangka, justru dari menulislah saya bisa bertahan sampai sekarang. Hidup memang seajaib itu.
    4. Berkesempatan mencintai diri sendiri
      Saya sudah pernah menyatakan bahwa saya masih kurang mencintai diri sendiri (baca tulisan saya disini). Saya menyadari bahwa pelajaran tentang cinta harus dicari seumur hidup. Mencintai diri sendiri mungkin sama sulitnya dengan mencintai orang lain, namun jika kita sudah mencintai diri sendiri maka kita akan lebih mudah memahami orang lain.

      Ada hal unik disini. Meskipun saya mahasiswa psikolog -yang harusnya bisa lebih paham tentang bidang psikologi- namun saya disadarkan tentang self-love dari orang lain. Saya mendapat banyak pelajaran dari orang tersebut.

      Saya bertemu dengannya ketika reuni SD. Tertebak? Ya, dia teman SD saya. Pertemuan kami cukup singkat dengan suasana yang akrab, padahal ketika SD dulu saya tidak dekat dengannya. Ngobrol pun tidak pernah. Namun sepertinya Allah sudah menetapkan jalan seperti ini.

      Setelah reuni SD dan komunikasi yang cukup intens, kami mulai mengenal masing-masing. Kami memiliki luka yang cukup sama, sehingga bisa saya katakan masing-masing kami seperti self-healing. Dari situlah saya banyak belajar arti bersyukur, tegar, dan tentunya self-loving.
    Mungkin 4 poin itu yang menjadikan tahun 2019 saya berkesan. Semoga di tahun yang akan datang, akan ada lebih banyak lagi momen yang berkesan, akan ada lebih banyak pelajaran hidup yang bisa diambil, serta akan ada lebih banyak tujuan yang bisa tercapai.

    Terima kasih Nurul, karena sudah bertahan sejauh ini. 
    Terima kasih karena sudah mau percaya bahwa akan ada hal-hal baik datang setiap waktunya.
    Continue Reading
    Tahun ini kesehatan mental mulai hype di Indonesia. Banyak masyarakat yang mulai sadar bahwa kesehatan mental itu penting dan bukan urusan yang main-main. Penggiat seni juga sudah mulai memasukkan nilai-nilai 'mental health awareness' ke karya mereka.

    Aku juga sangat bersyukur memilih jurusan Psikologi. Selain untuk bekal menghadapi dunia yang semakin gila, di setiap detik mata pelajaran yang diambil seperti menjalani sesi konseling berjalan. Jadi seperti sambil menyelam mancing ikan sih. Ketika itu banyak banget 'Aha moment', yang membuatku berpikir "Gue gitu gak ya?" atau "Wah, jadi gue harus gitu". Ya, sesi menyembuhkan diri laah.

    Tapi, lama kelamaan aku sadar, waktu 4 tahun itu tidak cukup untuk lebih mengenali diri sendiri, untuk menyembuhkan diri sendiri. Setelah terbebas dari kegiatan perkuliahan, aku kembali limbung. Banyak tekanan yang dihadapi yang walaupun sudah pernah aku pikirkan sebelumnya, namun feelnya diluar ekspektasiku. Kenapa? Karena ternyata aku belum cukup kuat untuk menghadapi tekanan itu.

    Apa aku sedang dalam fase Quarter Life Crisis? Mungkin.
    Jika diartikan, QLC adalah fase kritis dalam hidup kita, dimana kita cemas dan bingung dengan arah tujuan kita. Ini merupakan fase peralihan dari remaja ke dewasa, dimana kita dituntut untuk bisa lebih bijak, tegas, dan lebih baik memilih tujuan dan mengambil momentum untuk kehidupan di masa mendatang. Ibarat kata, dulu cuma mikirin main, sekarang sudah disuruh terjun cari uang untuk bisa hidup, walaupun QLC bukan hanya tentang finansial.

    Back to the topic. QLC ini bener-bener nguras pikiran, emosi, dan pada akhirnya berimbas ke kesehatan fisikku. Boleh dibilang, aku bisa menangis tiba-tiba tanpa tahu sebab yang jelas, dan itu terjadi selama berbulan-bulan secara berturut-turut. Aku merasa lelah dan capek, seperti ada hal yang mengganjal tapi tidak tahu apa. Ini yang juga menyebabkan aku overthinking dan egois, sehingga memilih untuk menutup diri supaya tidak menyakiti orang yang aku sayang.

    Aku memegang prinsip dimana manusia dan alam memiliki porsinya masing-masing dalam kehidupan seseorang. Dan akhirnya hari itu tiba. Sekitar jam setengah 12 malam, aku nge-chat doi, bilang kalau aku (sangat) lelah dan meminta jeda waktu untuk sendiri dengan maksud mencari jati diri, mengenali lebih dalam siapa dan apa mauku.

    Besoknya, aku seakan-akan menyatu dengan alam. Tidak di dramatisir, tapi waktu itu cuacanya sangat menggambarkan suasana hati aku. Dari pagi sampai malam, matahari tidak menampakkan dirinya sama sekali. Mendung, kelam, kelabu. Hari itu juga, aku merasa malas untuk berkomunikasi dengan siapapun melalui handphone. Aku tidak membalas semua whatsapp orang-orang, termasuk doi.

    Aku berpikir, "Gue juga bisa bales chat lama" -ceritanya balas dendam-. Kekanak-kanakan dan egois memang, tapi pada akhirnya kepikiran juga, bagaimana perasaan doi sekarang. Akhirnya kita whatsapp-an seperti biasa, meskipun aku hanya membalasnya dengan singkat, padat, dan tidak jelas.

    Malam harinya, setelah seluruh rutinitas yang dijalani, doi nelfon. Masih dibawah langit yang kelabu tanpa bintang dan bulan, dia bertanya kabar. Katanya, aku terdengar lemas, dan memang kenyataannya kondisiku sedang tidak stabil. Dia bertanya apakah ada yg mau diceritakan, aku mengelak. Apakah aku lelah dengannya, aku juga tidak mengiyakan. "Aku cuma lelah, gak tahu kenapa". Hingga entah di menit keberapa, pertahanan yang sekuat tenaga aku bangun akhirnya runtuh juga.

    Tangisku meledak. Dia menenangkanku, "Nangis aja, gapapa. Nangis bukan berarti kamu lemah. It's okay kalau kamu mau ambil sedikit waktu buat diri kamu sendiri. Yang penting adalah diri kamu sendiri. Kamu juga pasti capek kan ngerjain skripsi, kerja, bantuin di rumah, masak, antar jemput Fiqah sama Papah, belum lagi ngurusin aku." -well setidaknya pernyataan terakhir cukup membuat aku tergelak-

    Tapi dia terus menekankan dua hal yang belum bisa ku praktekkan: 'nangis itu wajar' dan 'pentingin diri sendiri dulu'. Secara tidak langsung, ini berkaitan dengan self-awareness dan self-love yang masih kurang aku miliki.

    Dia juga menekankan untuk melakukan hal yang aku suka dan tidak untuk yang tidak disukai. Jangan pedulikan orang lain, tapi pedulikan dirimu dulu. Dirimu, dirimu, dirimu.

    "Kamu gak mau terus-terusan di fase ini kan?" tanyanya. Mungkin pertanyaan ini yang ku butuhkan. Jadi, aku kembali membangun tekad agar lebih kuat dan melakukan sesuai sarannya. Agak susah memang, tapi harus dilakukan secara perlahan.

    Setelah menghabiskan waktu lebih banyak menangis daripada mengobrol, ada perasaan lega. Malam itu, aku kembali utuh. Aku kembali menemukan tujuanku kembali, dan aku akan mulai untuk mencintai diriku sendiri.

    Thank you.



    -----------------------------

    *Self-awareness: Bagaimana memahami diri sendiri baik dilihat secara personal maupun dari sudut pandang orang lain.
    *Self-love: Suatu bentuk mencintai diri sendiri. Termasuk didalamnya penerimaan diri sendiri (kelebihan dan kekurangan).
    Continue Reading

    Ini merupakan kisah gadis muda yang terlahir sebagai anak pertama.
    Di usianya yang baru satu tahun, dia sudah menjadi role model bagi adiknya. 
    Beranjak dewasa, dia terbentuk menjadi gadis yang patuh, rajin, dewasa dan tangguh.
    Peran kakak berubah menjadi lebih kompleks. Ia berubah menjadi tempat curhat, penasihat bagi kedua orang tuanya yang kerap bertengkar, serta 'orang tua kedua' bagi adik-adiknya.
    Label 'anak kesayangan' pun tersemat secara otomatis.
    Namun ia membantah, bisa saja itu sebagai bonus atas baktinya yang selama ini ia berikan.

    Dengan perannya sebagai kakak, ia selalu berusaha menjaga sikap.
    Bukan tak pernah marah atau mengeluh, hanya saja ia selalu menampilkan 'versi terbaik dan kuat' dirinya.
    Jangankan menangis, ia tak pernah menampilkan kesedihan di depan adik-adiknya.

    Kenyataannya, dibalik itu semua, ia tak sekuat kelihatannya. Ia amat sangat rapuh.
    Saat berhadapan dengan dirinya, ia tak sebijak ketika memberi pendapat ke Ibu, Bapak, dan adiknya.
    Ia menjadi lelah. Lelah atas label 'anak baik dan pintar yang berbakti kepada orang tua'.
    Ia seringkali menangis dalam diam. Mencari tempat paling aman untuk mengeluarkan tekanan yang telah lama terpendam, kemudian menghapus air mata itu dengan cepat, seolah tidak ada yang terjadi.
    Seolah semuanya terkendali, lalu menyalahkan diri karena sudah menjadi terlalu sensitif.
    Menganggap diri lemah.

    Semakin dewasa, ia semakin gamang. Apakah selama ini ia benar-benar menjadi dirinya?
    Atau hanya bagian lain dirinya yang dibungkus berlapis topeng dengan amat sangat rapi?
    Apakah ia manipulatif?
    Continue Reading
    Kamu tahu rasanya terombang ambing di kapal yang berada di tengah laut?
    Anggaplah tidak ada badai yang terjadi seperti di adegan film, tapi murni karena ombak lautan yang menolak bersahabat sehingga menghentakmu dengan keras.

    Pernahkah kamu merasakannya?

    Aku juga belum pernah mengalaminya.
    Anehnya, aku seperti akrab dengannya.

    Perasaan itu ..
    Seperti, kamu berada ditengah ketidakpastian.
    Seperti roller coaster mood.
    Seperti diantara hidup dan mati.

    Seperti quarter life crisis?


    Continue Reading

    Judul: Sharp Objects (Segala yang tajam)
    Penulis: Gillian Flynn
    Penerbit: Gramedia Pustaka
    Tebal Halaman: 336 halaman

    Continue Reading
    Entah apakah tulisan saya terbilang telat atau tidak, tapi baru-baru ini masyarakat dibuat geger dengan tayangnya dua film Indonesia yang terbilang kontroversi. Mungkin hanya kebetulan, tapi dua film ini berturut-turut berada pada deretan poster film di bioskop (mungkin) jika saja petisi yang dibuat oleh beberapa orang tidak mendapat tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat.


    Film yang pertama adalah Dua Garis Biru yang disutradai oleh Ginatri S. Noer dan diproduksi oleh Chan Parwez Servia dari Starvision Plus. Filmnya sendiri dibintangi oleh aktor muda berbakat Angga Aldi Yunanda dan anggota JKT 48 Adhisty Zara. Film itu menceritakan tentang sepasang kekasih SMA yang berpacaran diluar batas sehingga sang wanita hamil diluar nikah dan harus menanggung konsekuensi dari perbuatan mereka. 
    Continue Reading
    Older
    Stories

    About Me

    Photo Profile
    NrlIzzaturr

    An INFP girl with dreams and passions. Introvert turn to be extrovert? Who knows. Read More

    Add Me On

    • instagram
    • pinterest
    • tumblr
    • twitter
    • linkedin
    • google plus

    Translate

    Popular Posts

    • Welcome New Month : Please be nice, good, awesome ..
    • Review K-Drama Page Turner (2016)
    • Perbedaan Sistem Komputer dengan Sistem Kognisi Manusia
    • Selidik Kebudayaan dan Lingkupannya
    • Review K-Drama My Strange Hero (2018) : Nilai Tidak Menjamin Kesuksesan

    Blog Archive

    Tag

    Tugas Review Kisah Opini Movie Psychology Lyric Kdrama Tips Books Inspiratif Synopsis Islam Tutorial

    Join here


    Laporkan Penyalahgunaan

    facebook Twitter instagram pinterest bloglovin google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top